Monday 30 March 2015

Tokoh Pemikir Ekonomi Islam Ibnu Hazm dan Al- Mawardi

Ibnu Hazm (994 - 1064M)


2.1.1 Riwayat Hidup

Ibnu Hazm, bernama lengkap Abu Muhammad Ali ibn Abu Umar Ahmad ibn Said ibn Hazm al- Qurthubi al- Andalusi, lahir pada akhir bulan Ramadan 184H(994M). Ia berasal pada sebuah keluarga bangsawan dan kaya, Ayahnya adalah Abu Umar Ahmad, seorang keturunan Persia dan wazir administrasi pada masa pemerintahan Hajib al- Mansur Abu Amar Muhammad bin Abu Amir al- Qanthani (W. 192H) dan Hajib Abdul Malik al- Mudzaffar (w.399H/1009M).

Setelah itu,Ibnu Hazm diserahkan kepada Abu Ali al-Husain bin Ali al-Fasiy,seorang ulama yang mengesankan hatinya,baik dari segi ilmu,amal ibadah,maupun kewaraannya.Di bawah bimbingan gurunya ini ,ia mulai menuntut ilmu secara intensif dengan menghadiri berbagai majelis ilmiah,baik dibidang agama maupun umum. Ia belajar hadist untuk pertama kalinya kepada Amit al-Jasur ketika berusia 16 tahun.Pada saat itu,hadist dan fiqih merupakan dua bidang ilmu yang berkaitan,sehingga dapat dikatakan bahwa Ibnu Hazm juga mempelajari fiqih secara bersamaan. Ibnu Hazm mempelajari ilmu dari ulama – ulama, baik selama ia menetap di kordova maupun selama pengembaraannya di berbagai kota hingga ke Maroko. Ia mempelajari berbagai ilmu agama maupun umum, seperti tafsir dan hadis, Fiqih maupun Usul Fiqh, teologi, perbandingan agama, baha, sastra dan filsafat. Hal ini tergambar dari sekian banyak karyanya yang meliputi berbagai bidang tersebut, sehingga dikenal sebagai ilmuan yang generalis dan produktif. Keberhasilan Ibnu Hazm tidak terlepas dari arahan orang tuanya yang menyukai ilmu pengetahuan,disamping ketekunan dan kesungguhan diri serta kecerdasan yang luar biasa.Kedudukan sosial yang tinggi,karir politik,musibah,dan rintangan tidak menyurutkan kemauannya untuk terus menuntut ilmu.

2.1.2 Karir, Kondusi Sosial-Politik, dan kecendrungan Mazhabnya.

Ibnu Hazm mengikuti jejak ayahnya sebagai wazir selama 3 periode, yakni pada masa Khalifah Abdurrahman IV al- Murtadha yang menjadi pembantu Umayyah, masa Abdurrahman V dan masa Hisyam al- Mu’tad. Sepanjang hayatnya Ibnu Hazm tidak  hanya terlibat dalam pekerjaan Administarsi negara tapi dia juga mulai mengembangkan karirnya sebagai pengajar dan penulis hingga akhir hayatnya.

Pada awalnya ibnu Hazm menganut mazhab Maliki yang ketika itu merupakan mazhab mayoritas di kawasan andalusia dan Maghribi pada umumnya. Mazhab ini bukan saja menjadi panutan masyarakat dan ulama setempat,akan tetapi juga menjadi mazhab resmi Negara. .Hal ini tergambar dari pemegang jabatan Qadi dan keputusan yang harus berlandaskan mazhab tersebut.Disamping itu ia juga menerima pelajaran dari ulama Maliki,seperti Abdullah bin Dahun dan Ahmad bin Jasur,dengan mempelajari kitab karangan Imam Maliki,al-Muawatha.Dengan mempelajari kitab tersebut,Ibnu Hazm sekaligus mempelajari hadist dan fiqih mazhab ini. Dalam perkembangan selanjutnya , Ibnu Hazm beralih ke mazhab Syafi’i. Perpindahan ini agaknya merupakan bagian dari proses pembentukan dan masa transisi ke arah pencarian, pematangan diri dan kemandirian pemikiran nya.

Sosok Ibnu Hazm saat itu adalah seorang pemikir besar yang berasal dari suku Arab muslim. Ia telah membuktikan dirinya sebagai sumber literatur, sejarahwan, filolog, retorik,qadi, filosof dan teologi. Pendidikan yang tinggi lingkungan keluarga yang kondusif sangat mempengaruhi karirnya. Ia mampu menangkap dengan cepat seluruh informasi mutakhir yang membuatnya produktif.

Beberapa faktor yang menyebabkan Ibnu Hazm berpengetahuan dan memiliki kepemimpinan hingga menempatkan pada posisi yang tinggi adalah:
Berkeperibadian baik, hal ini sangat penting dalam membentuknya sebagai seorang pemikir besar, kuat daya ingatnya, tajam dalam pemikiran dan bicaranya, kuat pengamatan, dan daya analisisnya yang patut di hargai. Keunggulan yang diperolehnya melalui pendidikan menyatu dengan semangatnya dalam belajar dan meresponn hal – hal yang aktual membentuk luas dan dalam pengetahuannya. Diantara gurunya adalah Abdul Qaim Rahman ibn Abi Yazid al- Azdi al-Asri( dalam bidang budaya, tata bahasa, leksikografi, retorika, dialektika dan teologi). Penguasaannya terhadap beberapa bahasa asing. Lingkungan keluarga yang kondusif mempengaruihi perkembangan karirnya Aktif sebagai wazir dalam urusan publik dan administrasi, karir dalam bidang politik dan militr ini membuatnya sangat tegas da jelas dalam pemikirannya. Jabatan yang dipegang memberi pengaruh positif dalam pengembangan karirnya.

2.1.3 Pemikiran Ekonomi

Menurut anaknya,Abu Rafi,Ibnu Ham memiliki 400 karya yang terdiri dari 80.000 lembar.Karyanya meliputi bidang hukum,logika,sejarah,etika,perbandingan agama, dan teologi.Beberapa pemikirannya yang terkenal dalam bidang ekonomi antara lain:
1.Masalah Sewa Tanah dan Kaitannya Dengan Pemerataan Kesempatan
                Sejalan dengan pendekatan zahirinya,ibnu hazm mengemukakan konsep pemerataan kesempatan berusaha dalam istinbat hukumnya dibidang ekonomi,sehingga cenderung kepada prinsip-prinsip ekonomi social islami yang mengarah kepada kesejahteraan masyarakat banyak dan berlandaskan keadilan social dan keseimbangan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan hadis.Oleh karena itu, sebagian penulis kontemporer menyatakannya sebagai perintis ekonomi sosialis yang islami. Namun demikian, penilaian tersebut terlalu berlebihan dan cenderung menarik-narik syariat Islam kepada suatu system ekonomi kontemporer produk pemikiran barat.Syariat Islam bukan merupakan system sosialis yang menekankan kepemilikan kolektif sebagaimana pula bukan pemikiran kaum kapitalis yang menekan kepada pemilikan individual.Di antara pernyataan Ibnu Hazm berkenaan dengan sewa tanah adalah:
                “Menyewakan tanah sama sekali tidak diperbolehkan,baik untuk bercocok tanam, perkebunan, mendirikan bangunan,ataupun segala sesuatu baik untuk jangka pendek, jangka panjang, maupun tanpa batas waktu tertentu baik dengan imbalan dinar maupun durham. Bila hal ini terjadi, hukum sewa-menyewa batal selamanya”
Selanjutnya,Ibnu Hazm menyatakan:
Dalam persoalan tanah,tidak boleh dilakukan kecuali muzara’ah(penggarapan tanah) dengan system bagi hasil produksinya atau mugharasah(kerjasama penanaman).Jika terdapat bangunan pada tanah itu,banyak atau sedikit,bangunan itu boleh disewakan dan tanah itu ikut pada bangunan tetapi tdak masuk dalam penyewaan sama sekali”
Kecuali mengikuti sistem berikut ini:”tidak boleh melakukan kecuali muzara’ah (penggarapan tanah) dengan sistem   bagi hasil produksinya atau mugharasah (kerjasama penanaman).Jika terdapat bangunan pada tanah itu,banyak atau sedikit,bangunan itu boleh disewakan dan tanah itu ikut pada bangunan tetapi tidak masuk dalam penyewaan sama sekali”
                Dengan pernyataan tersebut,Ibnu Hazm memberikan tiga alternatif penggunaan tanah,
tanah tersebut dikerjakan atau digarap oleh pemiliknya sendiri,
si pemilik mengizinkan orang lain menggarap tanah tanpa meminta sewa,
,si pemilik memberikan kesempatan orang lain untuk menggarapnya dengan bibit, alat atau tenaga kerja yang berasal dari dirinya, kemudian si pemilik memperoleh bagian dari hasilnya dengan presentasi tertentu sesuai kesepakatan.
Pandangan tersebut didasari pemahaman zahiriyahnya sebagai berikut
Dari Rafi bin Khudaij r.a,ia berkata:”rasulullah saw. melarang penyewaan tanah”(Riwayat Bukhari).
Dari Jabir bin Abdillah r.a., ia berkata:”Rasulullah saw. melarang pengambilan upah atau bagian tertentu dari tanah”(RIwayat Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata:”Rasulullah saw.bersabda:”Barangsiapa memiliki tanah,hendaklah ia menanaminya atau memberikannya kepada saudaranya.Jika ia menolak,tahanlah tanah tersebut”(Riwayat Muslim).
                Berkenaan dengan muamalah Rasulullah saw. dengan penduduk Yahudi Khaibar untuk mengerjakan dan menanami tanah mereka dengan biaya dari mereka dan Rasul memperoleh bagi hasil,hal tersebut atas permintaan mereka sendiri.Menurut Ibnu Hazm hal ini merupakan pengecualian dari seluruh larangan penyewaan tanah. Namun ada juga yang menganggap pengecualian ini sebagai kebijakan politk dalam menghadapi golongan yahudi yang amat keras memusuhi Islam secara khusus,bukan sebagai bentuk kerjasama sipil yang berlaku normative dan dilanjutkan para sahabat peninggalnya serta diakui kebolehannya oleh ulama.
Agaknya pandangan Ibnu Hazm tersebut bertitik tolak dari status tanah sebagai barang yang tidak hancur (sil’ah Ghair istikhlakiyyat) yang pada umumnya peran hasil kerja dan kreasi manusia tidak menonjol. Yang tampak ialah bahwa tanah itu merupakan ciptaan Allah swt dimana manusia tinggal memanfaatkannya dan mengklaim pemilikan dan penguasaannya.Dengan demikian,kepemilikan tersebut tidak mutlak,tetapi justru relative selama ia memanfaatkannya. Jika tidak memanfaatkannya,ia harus memberikan kesempatan kepada orang lain untuk memanfaatkannya sesuai dengan atas kepemilikan umum bahwa tanah adalah ciptaan Allah SWT.Oleh karena itu, menurut Ibnu Hazm,tanah tidak bisa disamakan dengan rumah atau peralatan yang secara nyata merupakan hasil kerja dan jerih payah manusia untuk membuatnya,sehingga dapat disewakan.
Disamping itu, larangan penyewaan tanah dan alternative bagi hasil,menciptakan iklim bekerja dan berusaha yang lebih baik bagi orang-orang yang tidak mampu dengan risiko kecil dalam menanggung kerugian akibat bencana alam atau penyakit,sehingga gagal panen.Dengan demikian,keuntungan akan dinikmati bersama,dan begitu pula sebaliknya,resiko kerugian dan kegagalan panen dipikul bersama.
2. Jaminan Sosial bagi Orang Tak Mampu
    a. Pemenuhan Kebutuhan Pokok (Basic Needs) dan Pengentasan Kemiskinan
        Ibnu Hazm menyebutkan empat kebutuhan pokok yang memenuhi standar kehidupanmanusia,yaitumakanan,minuman,pakaian,dan perlindungan(rumah).Makanan dan minuman harus dapat memenuhi kesehatan dan energy.Pakaian harus dapat menutupi aurat dan melindungi seseorang dari udara panas dan dingin serta hujan.Rumah harus dapat melindungi seseorang dari berbagai cuaca dan juga memberikan tingkat kehidupan pribadi yang layak.
Dalam konteks ini, Ibnu Hazm mengingatkan bahwa kemiskinan selalu tumbuh dalam situasi tingkat konsumsi atau kebutuhan lebih tinggi daripada pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan.Hal ini,terjadi akibat laju populasi yang meningkat cepat(akibat kelahiran atau migrasi).Kesenjangan yang lebar antara si kaya dengan si miskin dapat menambah kesulitan saat keadaan orang kaya mempengaruhi struktur administrasi,cita rasa,dan berbagai pengaruh lain,seperti kenaikan tingkat harga dalam aktivitas ekonomi.
Berkenaan dengan harta wajib dikeluarkan zakatnya,Ibnu Hazm memperluas jangkauan dan ruang lingkup kewajiban sosial lain di luar zakat yang wajib dipenuhi oleh orang kaya sebagai bentuk kepedulian tanggung jawab sosial mereka terhadap orang miskin,anak yatim,dan orang yang tidak mampu atau yang lemah secara ekonomi.salah satu pandangan Ibnu Hazm yang menarik dalam masalah ini adalah sebagai berikut:
“Orang-orang kaya dari penduduk setiap negeri wajib menanggung kehidupan orang-orang fakir miskin diantara mereka.Pemerintah harus memaksakan hal ini terhadap mereka jika zakat dan harta kaum muslimin (bait al-mal) tidak cukup untuk mengatasinya.Orang fakir miskin itu harus diberi makanan dari bahan makanan semestinya,pakaian untuk musim dingin dan musim panas yang layak,dan tempat tinggal yang dapat melindungi mereka dari hujan,panas matahari,dan pandangan orang-orang yang lalu-lalang”.
Ibnu Hazm mendasarkan pandangannya tersebut pada firman Allah swt:  
 “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”(Q.S. Al-Isra/17:26)  
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,” (Q.S. An-Nisa/4:36)  
 "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" mereka menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang miskin’’ (Q.S. Al-Mudatsir/74:42-44)
Hak-hak yang diperintahkan Allah SWT untuk dipenuhi orang kaya, dipahami Ibnu Hazm sebagai suatu kewajiban.  Hak-hak yang mesti dipenuhi tersebut tidak lain merupakan pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi sandang, pangan, dan papan yang layak dan sesuai dengan harkat kemanusiaan. Hak tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia yang menjadi tanggung jawab sosial secara bersama-sama dalam mewujudkannya, demi tercapainya keadilan sosial bagi seluru umat manusia. Bagaimanapun juga, kemiskinan tidak pernah dikehendaki oleh siapapun. Orang miskin harus dibantu untuk bisa terbebas dari kemiskinan yang membelenggu
b. Kewajiban Mengeluarkan Harta Selain Zakat
Persoalan mengenai adanya kewajiban harta selain zakat merupakan persoalan yang diperselisihkan oleh fuqaha.Sebagian fuqaha menyatakan keberadaan kewajiban harta yang harus dikeluarkan selain zakat.Pendapatan ini juga pendapat sebagian sahabat,seperti Umar ibn al-Khaththab,Ali bin Abi Thalib,Abu dzar al-Ghifari,Aisyah,Abdullah ibn Umar,Abu Hurairah,Hasan ibn Ali,dan Fatimah binti Qai. Diantara golongan tabi’in yang berpendapat senada adalah al-sya’bi Mujahid,dan Thawus.Dengan demikian,pendapat tersebut bukan merupakan sesuatu yang baru dalam fiqih Islam dan Ibnu Hazm bukan orang yang pertama berpendapat demikian.
Berbeda dengan pendapat di atas,sebagian fuqaha yang lain menyatakan tidak ada kewajiban harta selain zakat. Harta yang dikeluarkan selain zakat merupakan sedekah atau santunan yang disunahkan.Pendapat kedua ini masyhur dikalangan fuqaha mutaakhirin,sehingga nyaris tidak dikenal pendapat yang lain.Dalil yang dikemukakan oleh kelompok kedua ini diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari,Muslim,dan lainnya dari sahabat Thalhah r.a.,ia berkata:
“seorang sahabat laki-laki dari penduduk Najd dengan rambut tergerai datang menghadap Rasulullah saw. suaranya terdengar perau dan apa yang dikatakan tidak mudah ditangkap.Setelah mendekati Rasulullah saw., ia bertanya tentang Islam. Kemudian Rasulullah saw menjawab”Lima kali shalat dalam sehari semalam”.Ia bertanya,”Apakah selain itu ada yang wajib bagi diriku?”Rasul menjawab,”tidak,kecuali kamu shalat sunnah.”Rasul berkata,”Dan berpuasa Ramadhan”,Ia bertanya,”Apakah ada puasa yang lain yang wajib bagi diriku?” Rasul menjawab,”Tidak,kecuali kamu berpuasa sunnah”.Kemudian Rasul menyebutkan zakat. Ia bertanya,”Apakah ada kewajiban selain zakat?”Rasul menjawab,Tidak,kecuali kamu bersedekah sunnah”.Lantas laki-laki itu berbalik berkata,”Aku tidak akan menambahi apapun mengurangi”.Rasulullah Saw bersabda,”Dia beruntung jika jujur” atau “Dia masuk surga jika jujur”.
Hadits di atas menegaskan tidak ada kewajiban harta selain zakat. Akan tetapi harus dipahami dalam konteks kualitas kewajibannya sama persis dengan zakat, yakni sebagai suatu kewajiban harta yang bersifat periodik. Penyebab kewajibannya melekat pada jenis dan jumlah harta itu sendiri dengan ketentuan nisab dan kadar jumlah tertentu, tanpa memandang kondisi orang-orang yang berhak menerimanya. Ini merupakan bentuk fardhu ai’in yang wajib dipenuhi oleh seseorang yang memiliki harta tertentu yang mencapai satu nisab, meskipun tidak fakir-miskin. Dalam kondisi normal, ia tidak dituntut lebih daripada itu.
Adapun kwajiban harta selain zakat sangat tergantung pada situasi dan kondisi serta kebutuhan atau bersifat aridhi (muncul belakangan karena suatu sebab) dan bukan dzat  dan tidak tertentu jumlahnya. Kewajiban akan mengalami perubahan sesuai dengan perubahan lingkungan, situasi, dan kondisi.
Jika fakir-miskin dan orang-orang yang layak untuk disantuni tidak ada dalam suatu waktu, kewajiban tersebut hilang dengan sendirinya. Inilah tampaknya yang membedakan antara kewajiban zakat dengan kewajiban pemberian santunan di luar zakat. Ibnu Hazm sendiri juga menyatakan bahwa harta selain zakat tersebut ada selama zakat dan Kas Negara (bait al-mal) tidak cukup untuk menanggungnya. Jika mencakupi, kewajiban itu hilang dengan sendirinya. Dengan demikian, sebenarnya perbedaan antra kedua pendapat tersebut tidak bertolak belakang sama sekali. Kelompok pertama menyatakan sebagai kewajiban secarai kifai , dan kelompok kedua memandangnya sebagai sesuatu yan sangat dianjurkan.
c. Urgensi Zakat
Dalam persoalan zakat,Ibnu Hazm menekan pada status zakat sebagai suatu kewajiban dan juga menekan peranan harta dalam upaya memberantas kemiskinan.Menurutnya,pemerintah sebagai pengumpul zakat dapat memberikan sanksi kepada orang yang enggan membayar zakat,sehingga orang mau mengeluarkannya,baik suka rela maupun terpaksa.Jika ada yang menolak zakat sebagai kewajiban,ia dianggap murtad.dengan cara ini hukuman dapat dijatuhkan pada orang yang menolak kewajiban zakat,baik secara tersembunyi maupun terang-terangan.
Ibnu Hazm menekankan bahwa kewajiban zakat tidak akan hilang. Seseorang yang harus mengeluarkan zakat dan yang belummengeluarkannya selama hdupnya harus dipenuhi kewajibannya itu dari hartanya. Sebab tidak mengeluarkan zakat berarti punya hutang terhadap Allah SWT. Hal ini berbeda dengan pengeluaran pajak dalam pandangan konvensional yang jika tidak dibayarkan berarti kredit macet (tidak ada pemasukan) bagi Negara dalam periode waktu tertentu. Sedangkan kewajiban zakat tidak dibatasi periode waktu tertentu.
Persoalan Pajak
Ibnu Hazm sangat focus terhadap factor keadilan dalam system pajak.Menurutnya,sebelum segala sesuatunya diatur,hasrat orang untuk mengeluarkan kewajiban pajak harus dipertimbangkan secara cermat karena apapun kebutuhan seseorang terhadap apa yang dikeluarkannya akan berpengaruh pada system dan jumlah pajak yang dikumpulkan.Hal ini mengajak kita untuk mendiskusikan teori keuangan public (public finance) konvensional berkaitan dengan kecenderungan orang untuk membayar pajak.
Ibnu Hazm konsen terhadap pengumpulan pajak secara alami. Dalam hal ini, menurutnya, sikap kasar dan eksloratif dalam pengumpulan pajak juga tidak boleh melampaui batas ketentuan syari’ah. Hilangnya peran pembayar zakat juga berarti juga hilangnya eksistensi suatu Negara. Hal ini mungkin terjadi karena hilangnya hasrat orang untuk membayar pajak, sehingga mengurangi dukungan publik untuk tegaknya kekuasaan pemerintah. Menurutnya pendapatan pajak potensial  mungkin muncul akibat terjadinya penyimpangan dan kecerobohan para petugas pajak.

2.1.4 Koreksi terhadap Pendapat yang Mengatakan bahwa Ibnu Hazm Cenderung pada Pemikiran Sosialis

                Pengikut sosialis dan kapitalis selalu memberikan label pada para penganut ideologinya.Dalam hal ini,Ibnu Hazm oleh kelompok sosialis dianggap sebagai seorang sosialis muslim.Hal ini,perlu diluruskan.Akan tetapi terlebih dahulu dilihat berbagai alas an berikut sehingga Ibnu Hazm dianggap cenderung pada pemikiran sosialis:
ü  Memperjuangkan kesejahteraan social
ü  Menyertakan pajak pada orang kaya sehingga mereka berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan
ü  Mendukung adanya intervernsi pemerintah terutama dalam persoalan pajak
Ibnu Hazm secara konsisten cenderung pada kepentingan sosialis meskipin dirinya berasal dari keluarga bangsawan dan ia sendiri pernah menjabat sebagai wazir selama tiga periode
Sulit dibuktikan bahwa alasan utama mengapa Ibnu Hazm dikatakan sebagai seorang sosialis berdasarkan empat alas an tersebut.Masing-masing alas an menempatkan Ibnu Hazm pada posisi mana kelas orang miskin dihadapkan secara berlawanan dengan orang kaya (adanya perbedaan kelas).Terlebih lagi,Ibnu Hazm dinyatakan mendukung adanya intervensi Negara dalam penyelesaian suatu persoalan.
Kesalahan konsepsi ini harus diluruskan sebagai berikut:
1.       Alasan mendasar yang digunakan dalam pemikiran Ibnu Hazm ini adalah keadilan untuk tujuan Allah swt. Bukan karena adanya perbedaan kelas.
2.       Pemikiran lain dari Ibnu Hazm sebagai contoh melarang keberadaan pemaksaan (untuk pajak tertentu) yang dapat menghalangi kemajuan aktivitas perdagangan.Disini, pemikiran Ibnu Hazm dipilih hanya untuk merefleksikan ideology tertentu yang kebetulan mirip.Akan tetapi,terhadap kemiripan ini,satu hal yang harus dicatat adalah dasal filosofis dan ideologinya sebenarnya berbeda sama sekali

2.1.5 Koreksi terhadap Pandangan yang Menyatakan bahwa Ibnu Hazm Cenderung pada Pemikiran Liberalis

Hal yang naïf kelompok pemikiran liberal mengklaim bahwa Ibnu Hazm adalah penganut doktrin liberal dengan mendasarkan pada beberapa alas an berikut:
1.       Perlawanan terhadap pajak (kenyataannya adalah banyak pajak tidak sesuai syariah dalam pandangannya)
2.       Perlawanannya terhadap berbagai bentuk eksploitasi pengumpulan pajak. Kecendrungannya bahwa berbagai pajak tidak sesuai syariah berakibatkan hilangnya berbagai produksi,kewirausahaan,dan perdagangan (kelompok konvensional memahaminya seperti kelompok kapitalis)
3.       Penolakannya terhadap pajak barang dagang yang dianggapnya dapat mempengaruhi nilai penjualan dan menimbulkan berbagai efek lain yang terkait dengan aktivitas ekonomi
Dengan demikian, kesalahan pandangan telah terjadi.Seperti halnya Ibnu Hazm menolak berbagai pajak yang tidak sesuai dengan criteria syariah bukan karena kecendrungannya terhadap pemikiran liberalism atau kapitalisme.Ibnu Hazm menolak kesejahteraan industry,kesempatan berusaha,dan perdagangan yang meninggalkan factor-faktor keadilan,sebagaimana factor keadilan telah menjadi landasan utama dalam pembicaraannya tentang kesejahteraan bagi orang-orang miskin.

 AlMawardi (974 M)

Pada masa kejayaan islam di era kekhalifaan Abbasiyah salah seorsang ulama berhasil mengukir sejarah emas tentang pemikirannya ntuk kemajuan perekonomian dan politik yang ia merupakan penganut mazhab syafi’i yang dikenal dengan nama Al-Mawardi. Dalam pemikirannya ia menghasilkan tiga buah karya  yaitu, Kitab Adab ad-Dunya qa ad-Din, al-Hawi dan al-ahkam as-Sulthaniyah. Dalam Kitab Adab Ad-Dunya Wa Ad-Din, ia memaparkan tentang perilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis mata pencaharian utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan dan industri. Dalam kitab al-Hawi, di salah satu bagiannya, Al-Mawardi secara khusus membahas tentang mudharabah dalam pandangan berbagai mazhab. Dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, ia banyak menguraikan tentang sistem pemerintahan dan administrasi negara Islam, seperti hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, berbagai lembaga negara, penerimaan dan pengeluaran negara serta institusi hisbah
Dari ketiga karya tulis tersebut, para peneliti ekonomi Islam tampaknya sepakat menyatakan bahwa Al-Ahkam As Sultaniyyah  merupakan kitab yang paling komprehensif dalam mempresentasikan pokok-pokok pemikiran ekonomi Al-Mawardi. Karena kitab ini ia sangat terkenal dan bahkan kitab Al-Ahkam As Sultaniyyah juga diterjemahkan kedalam berbagai bahasa. Kitab ini membahas tentang ekonomi dan keuangan negara. Secara khusus dibahas pada bab 11,12,13 yang masing-masing membahas tentang  harta, sedekah, harta fai dan ghanimah, serta jizyah dan kharaj.  Sumbangan utama Al-Mawardi  terletak pada pendapat mereka  tentang pembebanan pajak tambahan dan dibolehkannya peminjaman publik
Bahasan tentang ekonomi dan politik cukup bagus untuk untuk bahas, karena ini bisa dipakai juga dalam perekonomian kontemporer guna untuk memperbaiki perekonomian negara.  Saat ini hampir semua terlena dengan kemajuan teknologi dan pemikiran-pmikiran  ekonomi konvensional. Dalam kitab Al-Ahkan As-Sultaniyyah dijelaskan secara detail tentang bagaimana cara-cara pemilihan kepala negara dan bagaimana mengatur sistem pajak tambahan.
Pajak merupakan cara pemerintah untuk menarik dana dari masyarakat yang merupakan instrumen dari pemerintah untuk membantu masyarakat lemah. Dalam kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyyah menjelaskan bahwa pajak itu adalah pungutan yang harus dibayar atas tanah. Selain itu kitab ini juga menjelaskan tentang bagaimana pemilihan kepadala negara yang benar Al-Mawardi menyebutkan secara detail tentang pemilhan kepala negara oleh Ahlul halli wal aqli.

2.2.1 Riwayat Hidup

Al-Mawardi merupakan seorang politik ekonomi Islam. Ulama penganut mazhab Syafi’i ini bernama lengkap Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri Al-syafi’i lahir di kota Basrah pada tahun 364 H (974M).  Al-Mawardi menerima pendidikan pertamanya di kota Basrah. Ia belajar ilmu hukum dari Abdul Qasim Abdul Wahid as Saimari, dan kemudian di Baghdad untuk melanjutkan ilmu hukumnya, tata bahasa dan kesussatraan  dari Abdul al-Bafi dan Syaikh Abdul Hamid al-Isfraini.
            Kemampuan Al-Mawardi dalam menguasai berbagai ilmu menghantarkannya kepada perjalanan karier yang cemerlang Ia di percaya memangku jabatan qadhi (hakim) di Baghdad pada tahun  499 Hijriah di masa pemerintahan Khalifah Al-Qaim bi Amrillah Al-Abbasi.  Sekalipun menjadi hakim ia tetap aktif mengajar dan menulis. Kemudian berkelana keberbagai negari Islam untuk menuntut ilmu. Di antara guru-guru Al-Mawardi adalah Al-Hasan bin Ali Muhammad Al-Jabali., Muhammad bin Adi bin ZuharAl-Manqiri, Ja’far bin Muhammad bin Al-Fadh; Al-Baghdadi, Abu Al-Qasim Al-Qusyairi, Muhammad bin Al-Ma’ali Al-Azdi, dan Ali Abu Al-Asyfarayini.
            Al-Mawardi  hidup di masa dunia Islam terbagi kedalam tiga dinasti yang saling bermusuhan, yaitu Dinasti Abbasiyah di Mesir, Dinasti Umawiyah II di Andalusia dan Dinasti Abbasiyah di Baghdad, dan memperoleh kekuasaan rertinggi di masanyka dengan ma yaitu sebagai mediator mereka dengan musuh-musuhnya.

2.2.2   Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyyah


1.      Negara dan Aktivitas Ekonomi
Teori keuangan  publik selalu terkait dengan peran negara dalam kehidupan ekonomi. Al-Mawardi berpendapat bahwa pelaksanaan Imamah (kepemimpinan politik dan keagamaan) merupakan kekuasaan mutlak (absolut) dan pembentukannya merupakan suatu keharusan demi terpeliharanya agama dan pengelolahan dunia. Sebuah negara Islam yang baik menurut Al-Mawardi dianataranya memenuhi beerapa persyaratan sebagai berikut:
-          Agama
-          Penguasa Karismatik
-          Keadilan Merata
-          Keamanan yang Kuat dan Menjamin
-          Kesuburan Tanah
-          Harapan Keberlangsungan hidup
Al-Mawardi menyatakan bahwa negara memiliki peran aktif demi terealisasinya tujuan material dan spiritual. Ia menjadi kewajiban bagi penguasa dalam membantu merealisasikan kebaikan bersama, yaitu memelihara kepentingan masyarakat serta mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Al-Mawardi juga berpendapat bahwa negara harus menyediakan infrasturuktur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum. Ia juga menegaskan bahwa negara wajib mengatur dan membiayai pembelanjaan yang dibutuhkan oleh layanan publik karena setiap individu tidak mungkin membiayai layanan semacam itu.  Dengan demikian, layanan publik merupakan kewajiban sosial (faedhu kifayah) dan harus berstandar kepada kepentingann publik.
Untuk memenuhi kepentingan umum, dan pengadaan proyek negara dapat menggunakan dana Baitul Mal atau membebankan kepada individu-individu yang memadai. Ia menyebutkan tugas-tugas negara dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dasar setiap negara sebagai berikut :
a.        Melindungi agama
b.      Menegakkan hukum dan stabilitas
c.       Memelihara batas negara Islam
d.       Menyediakan iklim ekonomi yang kondusif
e.       Menyediakan adm publik, peradilan dan pelaksanaan hukum Islam
f.        Mengumpulkan pendapatan dari berbagai sumber yang tersedia serta menaikkannya dengan menerapkan pajak baru jika situasi menuntutnya, dan
g.       Membelanjakan dana Baitul Maal untuk berbagai tujuan yang telah menjadi kewajibannya
      Al-Mawardi menegaskan bahwa negara wajib mengatur dan membiayai pembelanjaan yang dibutuhkan oleh layanan publik karena setiap individu tidak mungkin membiayai jenis layanan itu. Dengan demikian, layanan publik merupakan kewajiban sosial dan harus bersandar. Untuk membiayai berbagai barang dan jasa disewa oleh negara dalam rangka mandatory fungsions.
      Dengan demikian Al-Mawardi menegaskan bahwa pinjaman publik hanya diperbolehkan untuk mandatory fungsions. Contohnya pembiayaan berbasis sewa yaitu gaji tentara dan biaya pengadaan senjata. Jika dananya tidak mencukupi maka, negara dapat melakukan pinjaman untuk memenuhi pinjaman tersebut.

2.      Perpajakan
      Dalam bukunya Al-Ahkam al Sulthaniyyah menjelaskan pajak (kharaj) adalah punggutan yang harus dibayar atas tanah. Tentang pajak ini tidak ada nash sendiri dalamAl-Qur’an.
      Kata kharaj berasal dari bahasa dari bahasa kharaja yang artinya keluar, atau hasil yang dikeluarkan dari satu lahan. Islam membenarkan bahwa pajak atau kharaj itu berdasarkan aturannya berdasarkan ijtihad para imam. Pemerintah berhak menarik pajak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat di negaranya. 
            Pemerintah wajib memunggut pajak jika dalam kondisi negara  yang membutuhkan. Al-Mawardi membagi tanah yang dikenakan pajak menjadi dua macam yaitu :
¨       Tanah yang pemiliknya masuk Islam, dan ia menjadi pihak yang berhak atas tanah itu. Menurut mazhab syafi’i tanah itu menjadi tanah sepersepuluh (Usyr) dan tidak boleh dikenakan kharaj. Imam Abu Hanifah berpendapat, kepala pemerintah dapat memilih antara menjadikanya sebagai lahan kharaj atau sepersepuluh. Jika ia menjadikanya sebagai kharaj maka tanah itu tidak boleh diubah menjadi tanah sepersepuluh, begitu juga sebaliknya.
¨       Tanah yang dirampas dari kaum Musyrikin dengan paksa dan kekuatan. Tanah ini menurut mazhab Syafi’i menjadi harta rampasan perang yang dibagikan kepada para tentara yang mendapatkan rampasan perang itu, dan ia menjadi tanah sepersepuluh yang tidak boleh dipungut kharaj nya. Sementara itu Imam Malik menjadikannya tanah wakaf bagi seluruh kaum muslimin dengan kewajiban mengeluarkan kharaj yang ditetapkan atas tanah itu. Abu Hanifah berpendapat, pemerintah atau kepala negara dapat memilih salah satu dari dua hal terebut.
¨       Tanah yang didapatkan dari kaum musyrikin dengan damai. Inilah tanah yang dikhususkan dikenakan kharaj. Tanah seperti ini ada dua macam yaitu , pertama; tanah yang ditinggalkan oleh para pemiliknya sehingga tanah ini dapat direbut oleh kaum muslimin tampa melalui perperangan. Kedua, tanah yang tetap ditempati oleh para pemiliknya dan mereka berdamai dengan pasukan Islam, dan pemilikan yang mereka pegang itu diakui.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa objek al-kharaj menurut al-Mawardi secara substansi adalah tanah atau bumi yang dimamfaatkan.
            Penilaian pajak menurut Al-Mawardi bervariasi tergantung faktor kesuburan tanah dalam membayar pajak  diantaranya yaitu :
·         Kesuburan Tanah, Berdasarkan kesuburan tanah ini bisa dilihat jumlah produksi yang akan dihasilkan oleh tanaman tersebut. Kalau tanahnya subur itu berarti jumlah tanamannya berpotensi untuk subur juga.
·          Jenis Tanaman, Jenis tanaman ini juga mempengaruhi pembayaran pajak, karena tanaman bervariasi, dengan harga yang berbeda-beda. Kalau tanaman harganya murah maka bisa dikatakan jumlah pajaknya juga sedikit.
·         Sistem Irigasi, Dalam irigasi ini terbagi dua yaitu sistem irigasi secara manual dan sistem irigasi secara alamiah. Maka untuk itu jumlah pajak yang mereka bayar juga berbeda.
·         Jarak Tanah dengan pasar. Jarak dari perkebunan ke pasar menjadi faktor yang sangat dipertimbangkan dalam perhitungan pembayaran pajak.  Karena jarak merupakan faktor yang sangat penting selain dari faktor-faktor diatas.
Metode penerapan kharaj atau pajak menurut Al-Mawardi menyarankan salah satu sari metode yang pernah diterapkan dalam sejarah Islam, yaitu :
ü  Metode Misahah, yaitu metode penetapan pajak berdasarkan ukuran tanah. Metode ini merupakan fixed-tax. Metode ini terlepas apakah tanah ini ditanami atau tidaknya, selama tanah tersebut memang bisa ditanami. Metode ini merupakan masukan dari sahabat. Metode ini diterapkan pertama kali pada masa Khalifah Umar ibn Al-Khattab berdasarkan masukan para sahabat yang melakukan survey. Pada masa ini pajak berbeda-beda tiap tahunnya.
ü  Metode Penetapan, yaitu metode penetapan pajak berdasarkan ukuran tanah yang     ditanami saja. Dalam objek ini tanah subur yang tidak ditanami juga termasuk   kedalam penilaian objek pajak. Metode ini juga pernah diterapkan pada masa Khalifah Umar. Dimana penggenaan pajak dengan menggunakan metode ini hanya dilakukan kepada wilayah tertentu saja.
ü  Metode Musaqah, yaitu metode penetapan kharaj berdasarkan presentase dari           produksi (proportional tax). Dalam metode ini, pajak dipungut setelah tanaman     mengalami masa panen. Metode ini pertama kali diterapkan pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Harun ar-Rasyid.

Perbedaan keterangan pajak Al-mawardi dengan Abu Yusuf, yakni terdapat pada :
            Abu yusuf lebih menjelaskan dalam kitabnya Al-Kharaj tentang bagaimana pembagian pajak kepada non muslim berdasarkan tanah-tanahnya. Tetapi kalau Al-Mawardi lebih menjelaskan tentang pajak tanah yang subur dan ditanami.

3.      Baitul Mal
Administrasi Negara terbagi menjadi 4 bagian :
¨     Bagian yang mengurusi data diri tentara dan besaran gajinya,
¨     Bagian pencatatan wilayah-wilayah yang berada dalam kekuasaan negara Islam;
¨     Bagian pencatatan pegawai negara;
¨     Bagian pencatatan Baitul-Maal
            Baitul Mal didirikan adalah untuk menyimpan pendapatan negara.  Baitul Mal ini didirikan disetiap daerah, guna untuk memudahkaSn menghimpun dana masyarakat. Berkaitan dengan pembelanjaan negara Al-Mawardi menegaskan bahwa jika dana pada pos tertentu tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan yang direncanakannya, pemerintah dapat meminjam uang belanja tersebut dari pos yang lain. Al-Mawardi menyatakan bahwa untuk menjamin pendistribusian harta Baitul Mal berjalan lancar dan tepat sasaran, negara harus memberdayakan Dewan Hisbah semaksimal mungkinn. Dalam hal ini, salah satu fungsi mustasib adalah memperhatikan kebutuhan publik serta merekomendasikan pengadaan proyek kesejahteraan bagi masyarakat umum .
            Al-Mawardi menegaskan tanggung jawab Baitul Mal adalah untuk memenuhi kebutuhan publik. Ia mengklasifikasikan berbagai tanggung jawab Baitul Mal ke dalam dua hal,yaitu:
Ø  Tanggung Jawab yang timbul dari berbagai harta benda yang disimpan di Baitul Mal sebagai amanah untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak
Ø   Tanggung Jawab yang timbul seiring dengan adanya pendapatan yang menjadi aset kekayaan Baitul Mal itu sendiri. Tanggung jawab ini terkait dengan pendapatan negara yang berasal dari fai.
Tanggung jawab ini juga dibagi menjadi dua oleh Al-Mawardi diantaranya, yaitu :
o   Tanggung jawab yang timbul sebagai pengganti atas nilai yang diterima (badal), seperti untuk pembayaran gaji para tentara dan biaya pengadaan senjata.
o    Tanggung jawab ini muncul melalui bantuan dan kepentingan umum.
4.      Zakat
            Pendistribusian zakat menurut Al-Mawardi yaitu pendistribusian zakat merupakan kewajiban negara untuk mendistribusikannya kepada orang-orang fakir dan miskin hanya pada sekedar untuk membebaskan mereka dari kemiskinan.
            Menurut Al-Mawardi zakat harus di distribusikan di wilayah tempat yang diambil, jika hendak mengalihkan zakatnya ke wilayah lain  maka dengan syarat golongan mustahik zakat di wilayah tersebut telah menerimanya secara memadai. Kalau terdapat surplus maka wilayah yang berhak menerimanya adalab wilayah yang dekat dengan tempat yang di ambil.
            Zakat bukan hanya memiliki kekuatan politik saja, tapi zakat merupakan suatu kewajiban yang sudah ada aturannya dari Allah. Zakat yang paling utama adalah yang berkaitan dengan harta benda yang dapat tersembunyi dengan mudah. Zakat wajib hukumnya bagi harta yang terlihat.  Menurut Al-Mawardi masyarakat bebas menjalankan kewajibannya terhadap harta yang tersembunyi.
Berikut adalah kalimat petikan dari Al-Mawardi : ini terdapat dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah.
            Kekayaan  yang dikenai zakat terdiri dari dua jenis : yang nyata (zahirah) dan yang tersembunyi (batihah). [Kekayaan] yang nyata adalah yang tidak dapat disembunyikan seperti tanaman, buah, dan hewan ternak. [kekayaan] yang tersembunyi adalah yang dapat disembunikan seperti emas, perak, dan keuntungan dagang. Pengurus zakat (wali al-sadaqat) diarang menarik zakat dari kekayaan tersembunyi, karena pemilik kekayaan jenis ini lebih berkuasa atasnya daripada pengurus zakat. Pengurus zakat hanya boleh menerima zakat tersebut jika si pemilik memberikannya secara sukarela. Dalam hal ini pengurus zakat sebenarnya hanya membantu menyalurkan zakat tersebut. Penarikan zakat hanya berlaku atas kekayaan nyata. Pemilik kekayaan wajib membayarkan zakat kepada pemerintah.”
            Pendapat ini sama dengan ulama Abu Ya’ka al-Farra’, ia juga mempunyai karya yang berjudul sama dengan Al-Mawardi yaitu Al-Ahkam as-Sulhtaniyya.

5.      Ghanimah
Ghanimah adalah harta yang diambil melalui peperangan. Adapun Imam Al-Mawardi menjelaskan bahwa ghanimah itu ada empat macam yaitu : Harta, Tanah, Tawanan perang (أسرى). Untuk tawanan perang, para ulama telah sepakat bahwa hal tersebut diserahkan kepada kebijakan – yang memberikan kemaslahatan pada kaum muslimin – Imam atau orang yang diberikan wewenang untuk memimpin jihad apabila tawanan tersebut tetap dalam kekafirannya. Syafi’I menyebutkan kebijakan itu adalah 1) dibunuh, 2) dijadikan hamba sahaya, 3) ditebus atau pertukaran tawanan dan 4) diberikan amnesty. Sedangkan Malik memberikan kebijakan yaitu dibunuh, dijadikan hamba sahaya dan pertukaran tawanan. Adapun Abu Hanifah mengatakan bahwa kebijakan tersebut hanyalah dibunuh atau dijadikan hamba sahaya.  Tawanan anak-anak atau wanita (السبي). Tawanan anak-anak dan wanita tidak boleh dibunuh jika mereka termasuk ahlul kitab. Sedangkan selain ahlul kitab, Syafi’I berpendapat jika menolak masuk Islam maka dibunuh, sedangkan Abu Hanifah berpendapat dijadikan hamba sahaya dan saat dijadikan hamba sahaya, seorang ibu tidak boleh dipisahkan dari anaknya yang masih kecil

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Ibnu Hazm bernama lengkap Abu Muhammad Ali abn Abu Umar Ahmad ibn Sa’id ibn Hazm al-Qurthubi al-Andalusy, lahir pada akhir bulan Ramadhan 184 H (994 M). Beliau mulai berguru pada tahun 400 H. Di antara guru-guru Ibnu Hazm yang mewarnai pemikirannya adalah Ibnu Abd Barr al-Maliki, Abu Umar Ahmad bin Husein, Yahya bin Mas’ud, Abu al-Khiyar Mas’ud bin Sulaiman al-Dhahiri, Yunus bin Abdullah al-Qadhi, Muhammad bin said bin sa’i, Abdullah bin al-Rabi’ al-Tamimi, Abdullah bin Yusuf bin Nami. Ibnu Hazm memiliki pemikiran Ekonomi, diantaranya tentang:
a.    Sewa tanah dan pemerataan kesempatan
b.    Jaminan sosial bagi orang yang tidak mampu
c.    Urgensi zakat
d.   Persoalan pajak              
Dari pembahasan diatas telah kita pahami bahwa konsep ekonomi yang Ibnu hazm tawarkan sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Namun jika kita lihat kenyataan saat ini, konsep-konsep tersebut sudah mulai ditinggalkan. Meski masih ada yang menerapkan konsep tersebut, tetapi sedikit sekali.
Ulama penganut mazhab Syafi’i bernama lengkap Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri Al-syafi’i lahir di kota Basrah pada tahun 364 H (974M). Dalam pemikirannya ia menghasilkan tiga buah karya  yaitu, Kitab Adab ad-Dunya qa ad-Din, al-Hawi dan al-ahkam as-Sulthaniyah. Dalam Kitab Adab Ad-Dunya Wa Ad-Din, ia memaparkan tentang perilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis mata pencaharian utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan dan industri. Dalam kitab al-Hawi, di salah satu bagiannya, Al-Mawardi secara khusus membahas tentang mudharabah dalam pandangan berbagai mazhab. Dalam kitab Al-Ahkan As-Sulthaniyyah, ia banyak menguraikan tentang sistem pemerintahan dan administrasi negara Islam, seperti hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, berbagai lembaga negara, penerimaan dan pengeluaran negara serta institusi hisbah.

Daftar Pustaka


Amalia, Euis. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam : Dari Masa Klasik Hingga                                                   Kontemporer. Depok: Gramata Publishing
Amran, Azfarina.  Ilmuan Islam Al-Mawardi :  Scribd , Newspaper .  hal. 3
Hamid, Nur. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Karim, Adiwarman A. 2008. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Syafi’ie WS, Muhammad. Pemikiran Politik Al-Mawardi :by Scribd jurnal ilmiah  di publish oleh AnneDee AnggeRiati
http://imz.or.id/new/uploads/2011/10/Zakat-Sebagai-Lembaga-Keuangan-Publik-Khusus.pdf
http://kajianekonommuslim.blogspot.com/2014/01/anfal-ghanimah-fai-dan-khumus.html



1 comment:

  1. QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE

    ReplyDelete