RE-INTERPRETATION
AL-QUR’ÂN AYAT-AYAT PATRIARKAL
(Studi Atas Pemikiran Asma Barlas)
A.
Latar
Belakang
Semua
manusia setara di hadapan Allah swt dan tidak ada perbedaan yang dibuat antara laki-laki
dan perempuan. Manusia karena fitrahnya mampu mendaki rangkaian gradasi
kesempurnaan spiritual yang berpuncak pada kedekatan kepada ilahi.[1]
Jelas
disebutkan dalam al-Qur’ân bahwa Allah swt tidak melebihkan laki-laki atas
perempuan. Al-Qur’ân menyeru kepada prinsip keseteraan yang universal, tidak
memandang jenis kelamin, etnis, atau pun bangsa.[2]
Kelebihan seseorang atas orang lain di hadapan Allah swt hanya dilihat dari
segi ketakwaannya kepada Allah swt, seperti yang disebutkan dalam a-Qur’ân
surah al-Hujurat/49 ayat: 13, yaitu:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS.
Al-Hujurat/49: 13)
Pada
kenyataannya sangatlah berbeda. Banyak terjadi perbedaan perlakuan antara
laki-laki dan perempuan, yang dikenal dengan sebutan bias jender.
Jender adalah pembagian peran sosial antara laki-laki dan perempuan
berdasarkan budaya. Jender mengacu pada peran dan tanggung jawab untuk
perempuan dan laki-laki yang dikonstruksikan oleh suatu budaya, jadi bukan
jenis kelamin yang mengacu pada perbedaan ciri biologis.
Menurut
al-Qur’ân, alasan kesetaraan dan keserupaan kedua jenis kelamin ini adalah
bahwa keduanya diciptakan untuk hidup bersama dalam kerangka saling mencintai
dan menghargai satu sama lain.[3]
Kemudian
muncul berbagai gerakan-gerakan untuk menyuarakan keadilan kesetaraan jender
yang dikenal dengan Gerakan Feminisme. Gerakan Feminisme tersebar di seluruh
dunia, baik di Barat maupun di Timur. Gerakan ini mengusung kesetaraan dan
keadilan gender yang selama merugikan kaum wanita.
Argumen
kesetaraan antara kedudukan laki-laki dan perempuan menjadi sangat penting
untuk diperbincangkan. Kaum Feminis berupaya mensejajarkan kedudukan keduanya.
Perbedaan perlakuan terhadap perempuan dalam kondisi sosial menjadi alasan
penting bagi kaum Feminis untuk bisa mensejajarkan kedudukan mereka bersama
laki-laki.
Laki-laki dan perempuan sangat diperlukan untuk membangun
masyarakat yang bersatu dalam solidaritas dan untuk membangun untuk suatu
bangsa yang berbudi luhur, di mana laki-laki dan perempuan memiliki hak-hak
yang sama.[4] Jelas
sekali al-Qur’ân telah menegaskan kesamarataan antara dua jenis seks ini.
Salah
seorang tokoh yang membela perempuan adalah Asma Barlas. Ketertarikan utamanya ada pada hermeneutika al-Qur’ān dan kondisi
perempuan Muslim, dalam beberapa tahun terakhir dia juga menulis tentang
kekerasan epistemik Barat terhadap Islam (Islam, Muslim dan Amerika Serikat,
2004, dan Re-pemahaman Islam, 2008), sifat polysemic tentang "Ibrahim
tradisi, dominan narasi AS sekitar tanggal 11 Desember 2001, dan helai tertentu
(Islam) Feminisme dan sekularisme (2013). Esainya yang terakhir, tentang Islam
untuk Oxford Handbook of Theology, Seksualitas, dan Gender (akan terbit, 2015).[5]
Dalam
bukunya Believing Woman in Islam: Unreading Patriarcal Interpretation of the
Qur’ân, dia mencoba mengungkap kelemahan-kelemahan penafsiran yang bias
jender. Bias jender dikesankan sangat kental dalam ajaran Islam (al-Qur’ân) dan
dikuatkan dengan sejarah Islam itu sendiri. Hal ini perlu disikapi dengan
kejernihan perspekstif, yaitu menafsirkan al-Qur’ân kembali (reinterpretation)
dengan menggali hakekat pandangan al-Qur’ân terhadap perempuan.[6]
Asumsi awal Barlas bias jender terjadi karena penafsiran ulama dan
didukung dengan sejarah masyarakat Islam yang bias jender. Anggapan kedua yang
mendasari Barlas adalah ketidaksepahamannya kepada pemikir Muslim yang kembali
kepada tradisi salaf untuk menjawab anggapan Barat yang menempatkan Islam
sebagai umat yang bias jender.[7]
Barlas menginginkan pembacaan ulang
dan mengkritik pembacaan al-Qur’ân yang bias, patriarkal, inequalitas, dan
tidak egaliter. Konteks masyarakat yang patriakal dan penafisir yang didominasi
laki-laki menjadi sebab lahirnya penafsiran yang bias jender. Karenanya hak-hak
perempuan dipandang berada di bawah laki-laki. Karenanya, dengan mengkritisi
pembacaan teks yang didominasi kaum laki-laki, maka pesan al-Qur’ân akan
tersampaikan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan.[8]
Berdasarkan
latar belakang di atas maka peneliti ingin mengangkat judul: “RE-INTERPRETATION
AL-QUR’ÂN AYAT-AYAT PATRIARKAL (Studi Atas Pemikiran Asma Barlas).”
B.
Pembatasan
dan Perumusan Masalah
1.
Pembatasan
Masalah
Agar
pembahasan tidak menyimpang dari pokok perumusan masalah yang ada, maka penulis
membatasi permasalahan pada penafsiran-penafsiran terhadap al-Qur’ân yang
bersifat patriarkal.
2.
Perumusan
Masalah
Untuk
memberi arah yang jelas dalam penelitian ini, maka penulis membuat rumusan
masalah. Dan rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana
pembacaan teks al-Qur’ân yang patriarkal menurut Asma Barlas?
DAFTAR PUSTAKA
Barlas, Asma, Cara
al-Qur’ān Membebaskan Perempuan. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005.
al-Dimasyqi,
al-Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Kathir, Tafsir Ibnu Kathīr jilid IV T.tp:
Sinar Baru Algesindo, t.t.
Fauzia, Amelia
dan Yuniyanti Chuzaifah, Apakah Islam Agama Untuk Perempuan? Jakarta:
PBB UIN, 2004.
Hakim, Ali
Hosein, et. al, Membela Perempuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama, penerjemah:
A. H. Jemala Gembala. T.tp: Al-Huda, 2005.
Indo-Islamika,
Artikel ditulis oleh Kusmana dengan judul: Wacana Ham Perempuan: Survei Awal
Terhadap Metodologi Pemikir Islam Kontemporer. Journal of Islamic Sciences,
Vol. 4, No. 2, 2007.
Nasif, Fatima
Umar, Menggugat Sejarah Perempuan: Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai
Tuntunan Islam, penerjemah: Burhan Wirasubrata dan Kundan D. Nuryakien.
Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2001.
Al-Qurthubi, Tafsir
al-Qurthubi jilid VII, penerjemah: Budi Rosyadi, dkk. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008.
[1] Ali Hosein
Hakim, et. al, Membela Perempuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama, penerjemah:
A. H. Jemala Gembala (T.tp: Al-Huda, 2005), h. 39.
[2] Amelia Fauzia
dan Yuniyanti Chuzaifah, Apakah Islam Agama Untuk Perempuan? (Jakarta:
PBB UIN, 2004), h. 4.
[3] Asma Barlas, Cara
al-Qur’ān Membebaskan Perempuan, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005),
h. 241.
[4] Fatima Umar
Nasif, Menggugat Sejarah Perempuan: Mewujudkan Idealisme Gender Sesuai
Tuntunan Islam, penerjemah: Burhan Wirasubrata dan Kundan D. Nuryakien
(Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2001), h, 76.
[6] Indo-Islamika,
Artikel ditulis oleh Kusmana dengan judul Wacana Ham Perempuan: Survei Awal
Terhadap Metodologi Pemikir Islam Kontemporer, (Journal of Islamic
Sciences, Vol. 4, No. 2, 2007), h.
227.
[7] Indo-Islamika,
Journal of Islamic Sciences, Vol. 4, No. 2, 2007. Wacana Ham Perempuan:
Survei Awal Terhadap Metodologi Pemikir Islam Kontemporer, h. 228.
[8] Indo-Islamika,
Journal of Islamic Sciences, Vol. 4, No. 2, 2007. Wacana Ham Perempuan:
Survei Awal Terhadap Metodologi Pemikir Islam Kontemporer, h. 228.
No comments:
Post a Comment